Sabtu, 12 April 2014

Aspek Hukum dalam Hutang Piutang

PENDAHULUAN
Latar Belakang Hutang Piutang
Perkembangan usaha membawa perusahaan besar dan kecil kepada pemekaran perusahaan dengan tujuan keuntungan finansial. Pemekaran usaha itu memerlukan modal untuk pemenuhan barang atau jasa yang sebagian usaha bias di penuhi oleh perusahaan itu sendiri dan ada juga oleh pihak dari luar perusahaan,jika perusaahaan itu tidak mampu membiayai modal yang di butuhkan untuk pengembangan usaha.
Perusahaan baik itu kecil ataupun besar perorangan maupun berbadan hukum jika membutuhkan modal dari luar perusahaan maka terjadi hutang piutang. Pihak pemberi modal uang mengerjakan piutang dan pihak penerima modal mengerjakan utang.
Utang adalah kewajiban yang dinyatakan atau tidak dapat dinyatakan dalam jumlah uang baik yang secara langsung maupun yang akan timbul di kemmudian hari, yang  timbul karena perjanjian atau undang-undang dan yang wajib dipenuhi oleh debitur dan apabila tidak dipenuhi member hak kepada kreditur untuk mendapat pemenuhannya dari harta kekayaan debitur.
Piutang adalah tagihan (klaim) kreditur kepada debitur atas uang, barang atau jasa yang ditentukan dan bila debitur tidak mampu memenuhi maka kreditur berhak untuk mendapat pemenuhannya dari harta kekayaan debitur.
Pengertian utang piutang sama dengan perjanjian pinjam yang dijumpai dalam kitab Undang-Undang hokum Perdata pasal 1721 yang berbunyi: “ pinjam meminjam adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah barang tertentu dan habis pemakaian dengan syarat bahwa yang belakangan ini akan mengemballikan sejumlah yang sama dari macam keadaan yang sama pula”
Jadi hutang piutang yaitu merupakan kegiatan antara orang yang berhutang dengan orang lain/ pihak lain pemberi hutang atau disebut pelaku piutang, dimana kewajiban untuk melakukan suatu prestasi yang dipaksakan melalui suatu perjanjian atau melalui pengadilan.  Atau dengan kata lain : merupakan hubungan yang menyangkut hukum atas dasar seseorang mengharapkan prestasi dari seorang yang lain jika perlu dengan perantara hukum.
Rumusan Masalah:

1.      Aspek-aspek Hutang piutang
2.      Jenis-jenis Hutang Piutang
3.      Hal-hal mengenai Hutang PIutang
4.      Perjanjian Hutang Piutang
5.      Pinjam Meminjam hubungannya dengan Hutang Piutang
6.      Pengakuan Hutang
7.      Penangggungan Hutang
8.      Jaminan Hutang
9.      Pelunasan Hutang
10.  Penyelesaian hutang Piutang

PEMBAHASAN
Aspek Hukum Dalam Hutang Piutang



Aspek-Aspek yang perlu diketahui dalam masalah hutang piutang

  1.     Hutang piutang adalah dalam koridor hukum perdata, yaitu aturan mengatur hubungan antara orang yang satu dengan orang yang lainnyadengan menitik beratkan pada kepentingan perseorangan atau pribadi.
  2.     Dalam hutang piutang terdapat sekurangnya dua pihak kreditur(yang berpiutang) dan debitur (yang berhutang).
  3.      Hutang piutang di anggap sah secara hukum apabila dibuat suatu perjanjian tertulis atau lisan dengan saksi.
  4.      Debitur wajib untuksuatu prestasi,yang dapat berupa kewajiban berbuat (melunasi hutang)atau tidak berbuat (ingkar janji pada hutangnya) sehingga disebut wan-prestasi.
  5.     Prestasi itu harus tertentu dan dapat ditentukan,wajib di ketahui dan ditetapkan (perjanjian jelas), prestasi harus mungkin dan halal, serta prestasi harus berupa perbuatan satu kali dengan sifat sepintas lalu (ada sebuah benda atau berulang-ulang/terus meneruscontohnya pada sewa menyewa dan perjanjian kerja).
  6.      Tanggung jawab perdata penghutang sifatnya menurun pada keluarga penghutang. Sifat hokum pidana penghutang jika ada tuntutan maka berhenti sampai pada penghuutang, tidak ke keluarganya.
  7.     Pemenuhan perutangan itu bertanggung jawab dengan seluruh harta kekayaannya dan atausesuai dengan harga yang dijaminkan.
  8.     Eksekusi piutang tidak bisa dilakukan paksa dengan penyanderaan barang atau orang. Yang benar adalan dengan sitaan jaminan yang diputuskan oleh pengadilan.
  9.   Tidak boleh ada ancaman terhadap penghutang, aka nada masalah pidana yang mana akan menghanguskan hutang.
  10.    Perhutangan tidak berhenti sendiri melainkan bersama sama dengan berakibat hukum dengan perutangan lainnya.

Jenis-Jenis Hutang Piutang
Dalam kasus hukum,piutang diartikan  sebagai uang yang dipinjamkan atau utang yang dapat ditagih dari orang atau lainnya atau tagihan perusahaan yang berupa uang kepada para pelanggan yang diharapkan dalam waktu paling lama satu tahun sudah dapat dilunasi.
Piutang timbul karena adanya perjanjian utang piutang atau dapat timbul sebagai akibat dari adanya suatu tuntutan perbuatan melawan hukum. Pihak yang mempunyai piutang ini dapat saja orang pribadi atau badan (swata atau Negara) yang bergerak dalam suatu bidang usaha tertentu.
  • Jenis Hutang

Hutang adalah kewajiban perusahaan yang timbul karena transaksi waktu yang lalu dan harus dibayar dengan uanng, barang, atau jasa pada waktu yang akan datang. Utang di kelompokkan menjadi dua yaitu :

  1.  Hutang jangka pendek atau kewajiban lancar
Adalah Hutang yang diharapkan harus dibayar dalam jangka waktu satu tahun atau satu siklus operasi perusahaan.
Hutang jangka pendek terdiri dari:
ü  Utang dagang
ü  Utang wesel
ü  Pendapatan diterima dimuka
ü  Utang gaji
ü  Utang pajak
ü  Utang bunga
Perusahaan harus memberikan perhatian khusus pada utang jangka pendek ini. Jika hutang jangka pendek/ kewajiban lancar lebih besar dari pada aktiva lancar maka perusahaan berada dalam keadaan yang mengkhawatirkan. Ini berarti perusahaan tidak bisa membayar seluruh utang jangka pendeknya.
2. Hutang Jangka Panjang
Adalah hutang yang pembayarannnya lebih dari satu tahun.
Yang termasuk hutang jangka panjang yaitu :
ü  Hutang obligasi
ü  Hutang wesel jangka panjang
ü  Hutang hipotik
ü  Hutang muka dari perusahaan afiliasi
ü  Hutang kredit bank jangka panjang
Hutang jangka panjang biasanya timbul karena kebutuhan untuk membeli aktiva, menambah modal perusahaan, investasi atau mungkin juga untuk melunasi hutang.
Jenis-jenis Piutang

  • Piutang dagang
  • Wesel tagih
  •  Piutang Non Dagang

Jenis Piutang Negara
Khusus piutang yang berasal dari badan Negara di atur secara khusus dalam UU No. 49 Prp. 1960 tentang PUPN. Didalam pasal 8 Undang-undang Nomor 49 Prp tahun 1960 tanggal 14 Desember 1960 tentang Panitia Urusan Piutang Negara disebutkan bahwa :
“ yang dimaksud piutang Negara atau hutang kepada negara ini ialah, uang yang wajib dibayar kepada atau Badan-Badan yang baik secara langsung atau tidak langsung dikuasai oleh Negara berdasarkan suatu peaturan, perjanjian atau sebab apapun”

Dari pengertian tersebut diatas maka piutang Negara dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu :
a.       Piutang Negara Perbankan
Piutang negara perbankan adalah piutang yang timbul dari pelaksanaan kegiatan perbankan yang dilakukan oleh bank-bank pemerintah maupun oleh bank-bank swasta yang mendapatkan dana tertentu dari pemerintah (bank sentral). Piutang jenis ini biasanya berupa kredit macet bank-bank pemerintah dan penunggakan pengembalian bantuan dana (kredit) likuiditas kepada bank sentral.
b      Piutang Negara Non Perbankan

Piutang negara nonperbankan adalah piutang yang menjadi beban negara untuk menagihnya yang berasal dari transaksitransaksi yang dilakukan institusi pemerintah selain perbankan. Piutang jenis ini berasal dari operasionalisasi perusahaan negara (BUMN dan BUMD), kewajiban perpajakan, tuntutan ganti rugi pegawai negeri/pejabat negara, dan pelaksanaan kegiatan pemerintahan lainnya, seperti pelaksanaan kegiatan di bidang kesehatan, pertanian, kehutanan, pertambangan, proyek-proyek pembangunan, dan sebagainya.
Beberapa Hal Yang Berhubungan Dengan Masalah Hutang Piutang
  •       Pasal 1313 KUHPerdata

Pengertian perjanjian atau kontrak diatur Pasal 1313 KUHPerdata. Pasal 1313 KUHPerdata berbunyi: "Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu pihak atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih."
Suatu hal itu adalah prestasi (saling menguntungkan dan tidak saling dirugikan)
Prestasi dapat berupa:
1.     Sepakat bagaimana menyerahkan/berbagi sesuat
2.      Melakukan sesuatu
3.      Tidak melakukan sesuatu
Persoalan terkait dengan hukum perjanjian adalah jika salah satu tidak melaksanakan perjanjian tersebut maka timbul apa yang disebut sebagai Wan-Prestasi.
  •  Pasal 1320 KUHPerdata

Suatu perjanjian dinyatakan sah, apabila memenuhi 4 (empat) syarat sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata, yaitu sebagai berikut :
1.      Kesepakatan mereka yang mengikatkan diri.
Kesepakatan mereka yang mengikatkan diri terjadi secara bebas atau dengan kebebasan. Kebebasan bersepakat tersebut dapat terjadi secara tegas (mengucapkan kata/tertulis) atau secara diam (dengan suatu sikap/isyarat). Suatu perjanjian dikatakan tidak memenuhi unsur kebebasan apabila mengandung  salah satu dari 3 (tiga) unsur di bawah ini, yaitu :
a. Unsur paksaan (dwang)
Paksaan ialah paksaan terhadap badan, paksaan terhadap jiwa, serta paksaan lain yang dilarang oleh undang-undang.
b. Unsur kekeliruan (dwaling)
Kekeliruan terjadi dalam 2 (dua) kemungkinan yaitu kekeliruan terhadap orang (subjek hukum) dan kekeliruan terhadap barang (objek hukum).
c. Unsur penipuan (bedrog)
Apabila suatu pihak dengan sengaja memberikan keterangan yang tidak benar.
Suatu perjanjian yang tidak mengandung kebebasan bersepakat sebab terdapat unsur paksaan dan/atau unsur kekeliruan, dan/atau unsur penipuan dapat dituntut pembatalannya sampai batas waktu 5 tahun sebagaimana dimaksud Pasal 1454 KUHPerdata. 
2.      Kecakapan untuk membuat suatu perikatan.
Seseorang dikatakan cakap hukum apabila telah berumur minimal 21  tahun, atau apabila belum berumur 21 tahun namun telah melangsungkan perkawinan. Selain itu seseorang itu tidaklah boleh sedang ditaruh dalam pengampuan (curatele), yaitu orang yang telah dewasa tetapi dianggap tidak mampu sebab pemabuk, gila, atau boros. Untuk lebh jelasnya dapat dilihat ketentuan Pasal 1330 KUHPerdata yang perlu pula dihubungkan dengan Pasal 330 KUHPerdata.
3.      Suatu hal tertentu.
Ketentuan mengenai hal tertentu menyangkut objek hukum atau mengenai bendanya. Dalam membuat perjanjian antara para subjek hukum itu menyangkut mengenai objeknya, apakah menyangkut benda berwujud, tidak berwujud, benda bergerak, atau benda tidak bergerak. Hal tertentu mengenai objek benda oleh para pihak biasanya ditegaskan dalam perjanjian mengenai jenis barang, kualitas dan mutu barang, buatan pabrik dan dari negara mana, jumlah barang, warna barang, dan lain sebagainya.
4.      Suatu sebab yang halal (causa yang halal).
Sebab yang halal/causa yang halal mengandung pengertian bahwa pada benda (objek hukum) yang menjadi pokok perjanjian itu harus melekat hak yang pasti dan diperbolehkan menurut hukum sehingga perjanjian itu kuat.
Syarat kesepakatan mereka yang mengikatkan diri dan syarat kecakapan untuk membuat suatu perikatan disebut sebagai syarat subjektif, yaitu syarat untuk subjek hukum atau orangnya. Syarat suatu hal tertentu dan syarat suatu sebab yang halal merupakan syarat objektif, yaitu syarat untuk objek hukum atau bendanya.
  •  Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998

Penggunaan istilah kredit juga diatur dalam UU No. 10 Tahun 1998 tentang perubahan UU No. 7 Tahun 1992 tentang perbankan, yang dalam pasal 1 angka 11 disebutkan bahwa:
“Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga”
  •  Pasal 224 Hezien Inlandsch Reglement

Akta pengakuan Hutang adalah akta yang berisi pengakuan hutang sepihak, dimana debitur mengakui bahwa dirinya mempunyai kewajiban membayar kepada kreditur sejumlah uang dengan jumlah yang pasti (tetap).
Sedangkan yang dimaksud grosse Akta Pengakuan Hutang adalah salinan dari suatu akta pengakuan hutang Notariil yang diberikan kepada yang berkepentingan. Ia merupaka salinan dari suatu minuta, yang tetap ada pada pejabat yang bersangkutan.
Suatu Grosse akta yang pada bagian aktanya dicantumkan irah-irah:
“ Demi keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa” mempunnyai kekuatan yang mengikat dan mempunyai eksteritorial, dimana apabila pihak debitur wanprestasi, pihak debitur dapat langsung memohon eksekusi kepada Ketua Pengadilan Negeri tanpa melalui proses gugatan perdata.

Mengenai Grosse akta ini diatur dalam Pasal 224 Hezien Inlandsch Reglement (HIR). Berdasarkan pasal 224 HIR diatas, suatu grosse akta harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
  1. Syarat Formil: berbentuk notariil dan memuat title eksekutorial
  2. Syarat Materil: membuat rummusan pernyataan sepihak dari debitur, pengakuan berhutang pada kreditur dan pengakuan kewajiban membayar pada waktu yang ditentukan, tidak memuat ketantuan perjanjian jaminan jumlah hutang sudah pasti, meliputi hutang pokok plus bunga (ganti rugi)


Apabila grosse akta memenuhiketantuan/syarat-syarat sebagaimana diatur dalam pasal  224 HIR maka grosse akta tersebut mempunyai kekuatan eksteritorial seperti halnya keputusan hakim yang telah mempunyai kekuatan hokum yang tetap. Pihak kreditur dapat langsung memohon eksekusi kepada Ketua Pengadilan Negeri, tanpa melalui proses gugatan perdata terhadap harta kekayaan debitur.
Namun apabila Grosse akta tidak memnuhi ketentuan atau syarat-syarat sebagaimana diatur dalam pasal 224 HIR maka Grosse akta tersebut cacat, Yuridis akta tersebut tidak mempunyai kekuatan eksekutorial sehingga apabila debitur wanprestasi atau lalai atas kewajibannya, maka bank harus mengajukan gugatan perdata bisa melalui pengadilan.
  •  Pasal 1820 KUHPerdata

Perjanjian penanggungan utang diatur di dalam Pasal 1820-1850 KUHPerdata. Yang diartikan dengan penanggungan adalah:
“Suatu perjanjian di mana pihak ketiga, demi kepentingan kreditur, mengikatkan dirinya untuk memenuhi perikatan debitur, bila debitur itu tidak memenuhi perikatannya” (Pasal 1820 KUHPerdata)
Alasan adanya perjanjian penanggungan utang ini antara lain karena si penanggung mempunyai persamaankepentingan ekonomi dalam usaha dari peminjam (ada hubungan kepentingan antara penjamin dan peminjam), misalnya sipenjamin sebagai direktur perusahaan selaku pemegang saham terbanyak secara pribadi ikut menjamin hutang-hutang perusahaan tersebut secara pribadi ikut menjamin hutang-hutang perusahaan itu dan kedua perusahaan induk ikut menjamin hutang perusahaan cabang.

Akibat-Akibat Penanggungan Antara Kreditur Dan Penanggungnya
Pada prinsipnya, penganggung utang tidak wajib membayar utang debitur pada kreditur, kecualidebitur lalaimembayar utangnya.
Untuk membayar utang debitur  tersebut, maka barang kepunyaan debitur harus disita dan dijual terlebih dahulu untuk melunasi hutangnya (pasal 1831 KUHPerdata)
            Penanggungan tidak dapat menuntut supaya barang milik debitur lebih dahulu disita dan dijual untuk melunasi hutangnya, jika:
a.   Dia (penanggung utang) telah melepaskan hak istimewanya untuk menuntut barang-barang debitur lebihdahulu disita dan dijual;
b.   Ia telah mengikatkan dirinya bersama-sama dengan debitur utama secara tanggung menanggung, dalam hal itu akibat-akibat perikatannya diatur menurut asas asas utang-utang tanggung-menanggung;
c.   Debitur dapat mengajukan suatu eksepsi yang hanya mengenai dirinya sendiri secara pribadi;
d.   Debitur dalam keadaan pailit; dan
e.   Dalam hal penanggungan yang diperintahkan hakim (pasal 1832KUHPerdata)

Akibat-akibat penanggungan antara debtur dan penanggung dan antara para penanggung
Hubungan hukum antara penanggung dengan debitur utama adalah erat kaitannya dengan telah dilakukannya pembayaran debitur kepada kreditur. Untuk itu, pihakpenanggung menuntut kepada debitur supaya membayar apayang telah dilakukan oleh penanggung kepada kreditur. Disamping penanggung utang juga berhak menuntut:
a. Pokok dan bunga
b. Penggantian  biaya,kerugian,dan bunga.
Disamping itu, penanggung juga dapat menuntut debitur untuk diberikan ganti rugi atau untuk dibebaskan dari suatu perikatannya bahkan sebelum ia membayar utangnya:
a.Bila ia digugat dimuka hakim untuk membayar
b.Bila debitur berjanjiuntuk membebaskannya dari penanggungannya pada suatu waktu tertentu
c.Bila utangnya sudah dapat ditagih karena lewatnya jangka waktu yang telah ditetapkan untukpembayarannnya
d.Setelah lewat waktu 10 tahun, jika perikatan pokoktidak mengandung suatu jangka waktutertentu untuk pengakhirannya, kecuali bila perikatan pokok sedemikian sifatnya, sehingga tidak dapat diakhiri sebelumlewat waktu tertentu.
Hubungan antara penanggung dengan debitur disajikan berikut ini.jika berbagai orang telah mengikatkan dirinya sebagai penanggung untuk seorang debitur dan untuk utang yang sama, maka penanggung yang melunasi hutangnya berhak untuk menuntut kepada penanggung yang lainnya, masing-masing untuk bagiannya.

Hapusnya penanggungan utang

Hapusnya penanggungan hutang diatur dalam pasal 1845-1850 KUHPerdata. Di dalam pasal 1845 KUHPerdata disebutkan bahwa perikatan yang timbul karena penanggungan, hapus karena sebab-sebab yang sama dengan yang menyebabkan berakhirnya perikatan lainnya, pasal ini menunjuk kepada pasal 1381,1408, 1424, 1420, 1437, 1442, 1574, 1846, 1938, dan 1984 KUHPerdata. 
Didalam pasal 1381,ditentukan 10 cara berakhirnya perjanjian penanggungan utang yaitu pembayaran; penawaran pembayaran tunai, diikuti dengan penyimpangan atau penitipan; pembaruan hutang; kompensasi hutang; pencampuran hutang; pembebasan utang; musnahnya barang terutang; kebatalan atau pembatalan; dan berlakunya syarat pembatalan.
  • Pasal 1381 KUHPerdata

Dalam pasal tersebut menyebutkan bahwa adadelapan cara hapusnya perikatan yaitu :
  1. Pembayaran
  2. Penawaran pembayaran diikuti dengan penitipan.
  3. Pembaharuan utang (inovatie)
  4. Perjumpaan utang (kompensasi)
  5. Percampuran utang.
  6. Pembebasan utang.
  7. Musnahnya barang yang terutang
  8. Kebatalan dan pembatalan perikatan-perikatan
  9. Syarat yang membatalkan.
  10. Kedaluwarsa

  •  Pasal 1316 KUHPerdata

Istilah jaminan perorangan berasal dari kata borgtocht, dan ada juga yang menyebutkan dengan istilah jaminan imateriil. 
Pengertian jaminan perorangan menurut Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, mengartikan jaminan imateriil (perorangan) adalah:

“Jaminan yang menimbulkan hubungan langsung pada perorangan tertentu, hanya dapat dipertahankan terhadap debitur tertentu, terhadap harta kekayaan debitur umumnya”.
Unsur jaminan perorangan, yaitu:
1. mempunyai hubungan langsung pada orang tertentu;
2. hanya dapat dipertahankan terhadap debitur tertentu; dan
3. terhadap harta kekayaan deitur umumnya.

Soebekti mengartikan jaminan perorangan adalah:
“Suatu perjanjian antara seorang berpiutang (kreditur) dengan seorang ketiga, yang menjamin dipenuhinya kewajiban si berhutang (debitur). Ia bahkan dapat diadakan di luar (tanpa) si berhutang tersebut”
Menurut Soebekti juga, bahwa maksud adanya jaminan ini adalah untuk pemenuhan kewajiban si berhutang, yang dijamin pemenuhannya seluruhnya atau sampai suatu bagian tertentu, harta benda si penanggung (penjamin) dapat disita dan dilelang menurut ketentuan perihal pelaksanaan eksekusi putusan pengadilan.

Jenis-Jenis Jaminan Perorangan
1. jaminan penanggungan (borgtocht) adalah kesanggupan pihak ketiga untuk menjamin debitur 
2. jaminan garansi (garansi bank) (Pasal 1316 KUH Perdata), yaitu bertanggung jawab guna kepentingan pihak ketiga.
3. Jaminan Perusahaan
Dari jenis jaminan perorangan tersebut, maka dalam sub-sub bab berikut ini hanya disajikan yang berkaitan dengan penanggungan utang dan garansi bank.

Fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda.
Jaminan Fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan Pemberi Fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada Penerima Fidusia terhadap kreditor lainnya.

Hak Kebendaan yang Bersifat Sebagai Pelunasan Hutang (Hak Jaminan)
Pengertian hak kebendaan yang bersifat sebagai pelunasan hutang (Hak Jaminan) adalah hak jaminan yang melekat pada kerditur yang memberikan kewenangan untuk melakukan eksekusi pada benda yang dijadikan jaminan jika debitur melakukan wanprestasi terhadap suatu prestasi (perjanjian).
Dengan demikian hak jaminan tidak dapat berdiri karena hak jaminan merupakan perjanjian yang bersifat tambahan (accessoir) dariperjanjian pokonya, yakni perjanjian hutang piutang (perjanjian Kredit).
Perjanjian pinjaman bersirat dalam pasal 1754 KUHPerdata tentang perjanjian pinjaman pengganti yakni dikatakan bahwa bagi mereka yang meminjam harus mengembalikan degan bentuk dan kualitas yang sama.
Macam-macam Pelunasan Hutang
Dalam pelunasan hutang terdiri dari pelunasan bagi jaminan yang bersifat umum dan jaminan yang bersifat khusus.
a. Jaminan Umum
Pelunasan hutang dengan jaminan umum didasarkan pada pasal 1131 KUHPerdata dan Pasal 1132 KUHPerdata.
Dalam pasal 1131 KUHPerdata dinyatakan bahwa segala kebendaan debitur baik yang ada maupun yang akan ada, baik bergerakmauun yang tidak bergerak, merupakan jaminan pelunasan hutang yang dibuatnya. Sedangkan pasal 1132 KUHPerdata menyebutkan, harta kekayaan debitur menjadi jaminan secara bersama-sama bagi semua kreditur yang memberikan hutang kepadanya.
Pendapatan penjualan berbeda-beda itu dibagi-bagi menurut keseimbangan yakni besar kecilnya piutang masing-masing kecuali diantara para piutang itu ada alasan-alasan sah untuk didahulukan. Dalam hal ini benda yang dapat dijadikan jaminan umum apabila telah memenuhi persyaratan antara lain:
1. Benda tersebut bersifat ekonomis (dapat dinilai dengan uang).
2. Benda tersebut dapat dipindah tangankan haknya kepada pihak lain
b. Jaminan Khusus
Pelunasan hutang dengan jaminan khusus merupakan hak khusus pada jaminan tertentu bagi pemegang gadai, hipotik, hak tanggungan.
c. Gadai
Dalam pasal 1150 KUHPerdata disebutkan bahwa gadai adalah hak yang diperoleh kreditur atas suatu barang bergerak yang diberikan kepadanya oleh debitur atau orang lain atas namanya untuk menjamin suatu hutang. Selain itu memberikan kewenangan kepada kreditur untuk mendapatkan pelunasan dari barang tersebut lebih dahulu dar kreditur-kreditur lainnya kecuali biaya-biaya untuk melelang barang dan biaya yang telah dikeluarkan untuk memelihara benda itu dan biaya-biaya itu didahulukan.
Sifat-sifat gadai yakni:
1. gadai adalah suatu benda bergerak baik yang bewujud maupun yang tidak berwujud.
2. gadai bersifat accessoir artinya merupakan tambahan dari perjanjian pokok yang dimaksudkan untuk menjaga jangan sampai debitur itu lalai membayar hutangnya kembali.
3. Adanya sifat kebendaan.
4. syarat inbezitz telling, artinya benda gadai harus keluar dari kekusaan pemberi gadai atau benda gadai diserahkan dari pemberi gadai kepada pemegang gadai.
4. Hak untuk menjual atas kekuasaan sendiri.
5. Hak Preferensi (hak unutk didahuukan).
6. Hak gadai tidak dapat dibagi-bagi artinya sebagian hak gadai tidak akan menjadi hapus dengan dibayarnya sebagian dari hutang,oleh karena itu gadai tetap melekat atas selruh bendanya.
Objek gadai adalah semua benda bergerak danpada dasarnya bisa digadaikan baik benda bergerak berwujud maupun benda bergerak tidak berwujud yang berupa berbagai hak untuk mendapatkan berbagai hutang yakni berwujud surat-surat piutang kepada pembawa (aan tooonder) atas tujuan (aan order) atas nama (op naam) serta hak paten.
Hal pemegang gadai yakni si pemegang gadai mempunyai hak selama gadai berlangsung. Pemegang gadai berhak untuk menjual benda yang digadaikan atas kekuasaan sendiri.
Hasil penjualan diambil sebagian untuk pelunasan hutang debitur yang sisanya dikembalikan kepada debitur penjualan barang tersebut harus dilakukan dimuka umum menurut kebiasaan-kebiasaan setempat berdasarkan syarat-syarat yang lazim berlaku.

  1. Pemegang gadai berhak untuk mendapatkan ganti rugi berupa biaya-biaya yang telah dilakukan untuk menyelamatkan benda gadai.
  2. Pemegang gadai mempunyai hak untuk menahan benda gadai (hak retensi) sampai ada pelunasan hutang dari debitur(jumlah hutang dan bunga).
  3. Pemegang gadai mempunyai prefensi(hak untuk di dahulukan) dari kreditur-kreditur yang lain.
  4. Hak unutk menjual benda gadai dengan perantara hakim jika debitur menuntut dimuka hukum supaya barang gadai dijual menurut cara yang ditentukan oleh hakim untuk melunasi hutang dan biaya serta bunga.
  5.  Atas izin hakim tetap menguasai benda gadai.

Masalah Eksekusi Jaminan Hutang
Beberapa hal yang mesti dicermati dalam masalah eksekusi hutang yaitu:
1.         Kreditur mengeksekusi dengan cara menghaki barang jaminan nasabah debitur tanpa harus menjualnya kepada orang lain.
2.         Kreditur menjual jaminan dibawah tangan langsung kepada pembeli tanpa melalui kantor lelang.
3.         Mengeksekusi dengan cara menjual di depan umum via kantor lelang tanpa ada campur tangan pengadilan.

Penyelesaiaan Hutang Piutang
Hubungan hutang piutang dalam dunia usaha tidak luput pula dari adanya friksi, namun setiap friksi senantiasa diupayakan untuk diselesaikan melalui musyawarah dan apabila tidak dapat diselesaikan melalui musyawarah maka penyelesaian melalui badan peradilan merupakan suatu upaya terakhir yang dapat ditempuh. Pengadilan niaga merupakan badan peradilan negara yang dipergunakan untuk mnyelesaikan sengeta atau para pelaku usaha khususnya masalah yang berkaitan dengan utang piutang yang bukan karena wanprestasi.

Cara penyelesaian atau penagihan hutang piutang yang dibenarkan menurut hukum :

  1. Peneguran debitur secara baik,baik dengan lisan, baik secara musyawarah untuk mufakat ataupun mediasi penyelesaian.
  2. Surat somasi atau surat teguran.
  3. Pemberitahuan kepada keluarganya akan sanksi hutang secara perdata dan pidana jika debitur sulit ditagih.
  4. Memperbaharui perjanjian hutang.
  5. Gugatan ke pengadilan

Penyelesaian Hutang Piutang Dengan Paksa Badan
Berdasarkan peraturan mahkamah agung no.1 Tahun 2000, paksa badan (Gijzeling), difungsikan kembali mengingat selama pembekuan lembaga gijzeling ternyata malah disalahgunakan mereka-mereka para debitur, penanggung atau penjamin hutang yang tidak memenuhi kewajibannya untuk membayar kembali hutang-hutangnya, padahal ia mampu melaksanakannya.
Pembekuan paksa badan (Gijzeling) sebagaimana diatur dalam surat edaran Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 1964 dan nomor 4 tahun 1975 malah dijadikan tameng bagi mereka untuk tidak menjalankan kewajibannya. Akibatnya, keseimbangan hukum tidak tercapai. Ini merupakan pelanggaran hak asasi manusia yang nilainya lebih besar dari pada pelanggaran hak asasi manusia atas pelaksanaan paksa badan terhadap yang bersangkutan.
Perlu diketahui pula, paksa badan ini sesungguhnya tidak berlaku bagi perkara yang menyangkut keuangan negara saja tapi juga dapat diperlakukan dalam rana hukum perdata secara umum, sepanjang terdapat kwajiban dan kewajiban tersebut bernilai Rp 1000.000.000, dapat mengajukan permohonan penetapan paksa badan.
Proses pemohonan penetapan paksa badan dapat diajukan bersamaan dengan pengajuan gugatan, dalam arti, putusan tentang paksa badan ditetapkan besama-sama dengan putusan pokok perkara atau diajukan dan dilaksakan berdasarkan Penetapan Ketua Pengadilan Negeri.

DAFTAR PUSTAKA