PENDAHULUAN
Latar Belakang Hutang Piutang
Perkembangan
usaha membawa perusahaan besar dan kecil kepada pemekaran perusahaan dengan
tujuan keuntungan finansial. Pemekaran usaha itu memerlukan modal untuk
pemenuhan barang atau jasa yang sebagian usaha bias di penuhi oleh perusahaan
itu sendiri dan ada juga oleh pihak dari luar perusahaan,jika perusaahaan
itu tidak mampu membiayai modal yang di butuhkan untuk pengembangan usaha.
Perusahaan baik
itu kecil ataupun besar perorangan maupun berbadan hukum jika membutuhkan modal
dari luar perusahaan maka terjadi hutang piutang. Pihak pemberi modal uang
mengerjakan piutang dan pihak penerima modal mengerjakan utang.
Utang adalah
kewajiban yang dinyatakan atau tidak dapat dinyatakan dalam jumlah uang baik
yang secara langsung maupun yang akan timbul di kemmudian hari, yang timbul karena perjanjian atau undang-undang
dan yang wajib dipenuhi oleh debitur dan apabila tidak dipenuhi member hak
kepada kreditur untuk mendapat pemenuhannya dari harta kekayaan debitur.
Piutang adalah
tagihan (klaim) kreditur kepada debitur atas uang, barang atau jasa yang
ditentukan dan bila debitur tidak mampu memenuhi maka kreditur berhak untuk
mendapat pemenuhannya dari harta kekayaan debitur.
Pengertian utang
piutang sama dengan perjanjian pinjam yang dijumpai dalam kitab Undang-Undang
hokum Perdata pasal 1721 yang berbunyi: “
pinjam meminjam adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan
kepada pihak yang lain suatu jumlah barang tertentu dan habis pemakaian dengan
syarat bahwa yang belakangan ini akan mengemballikan sejumlah yang sama dari
macam keadaan yang sama pula”
Jadi hutang
piutang yaitu merupakan kegiatan antara orang yang berhutang dengan orang lain/
pihak lain pemberi hutang atau disebut pelaku piutang, dimana kewajiban untuk
melakukan suatu prestasi yang dipaksakan melalui suatu perjanjian atau melalui
pengadilan. Atau dengan kata lain :
merupakan hubungan yang menyangkut hukum atas dasar seseorang mengharapkan
prestasi dari seorang yang lain jika perlu dengan perantara hukum.
Rumusan Masalah:
1. Aspek-aspek Hutang piutang
2. Jenis-jenis Hutang Piutang
3. Hal-hal mengenai Hutang PIutang
4. Perjanjian Hutang Piutang
5. Pinjam Meminjam hubungannya dengan Hutang Piutang
6. Pengakuan Hutang
7. Penangggungan Hutang
8. Jaminan Hutang
9. Pelunasan Hutang
10. Penyelesaian hutang Piutang
PEMBAHASAN
Aspek Hukum Dalam Hutang Piutang
Aspek-Aspek yang perlu diketahui dalam masalah
hutang piutang
- Hutang piutang adalah dalam koridor hukum perdata, yaitu aturan mengatur hubungan antara orang yang satu dengan orang yang lainnyadengan menitik beratkan pada kepentingan perseorangan atau pribadi.
- Dalam hutang piutang terdapat sekurangnya dua pihak kreditur(yang berpiutang) dan debitur (yang berhutang).
- Hutang piutang di anggap sah secara hukum apabila dibuat suatu perjanjian tertulis atau lisan dengan saksi.
- Debitur wajib untuksuatu prestasi,yang dapat berupa kewajiban berbuat (melunasi hutang)atau tidak berbuat (ingkar janji pada hutangnya) sehingga disebut wan-prestasi.
- Prestasi itu harus tertentu dan dapat ditentukan,wajib di ketahui dan ditetapkan (perjanjian jelas), prestasi harus mungkin dan halal, serta prestasi harus berupa perbuatan satu kali dengan sifat sepintas lalu (ada sebuah benda atau berulang-ulang/terus meneruscontohnya pada sewa menyewa dan perjanjian kerja).
- Tanggung jawab perdata penghutang sifatnya menurun pada keluarga penghutang. Sifat hokum pidana penghutang jika ada tuntutan maka berhenti sampai pada penghuutang, tidak ke keluarganya.
- Pemenuhan perutangan itu bertanggung jawab dengan seluruh harta kekayaannya dan atausesuai dengan harga yang dijaminkan.
- Eksekusi piutang tidak bisa dilakukan paksa dengan penyanderaan barang atau orang. Yang benar adalan dengan sitaan jaminan yang diputuskan oleh pengadilan.
- Tidak boleh ada ancaman terhadap penghutang, aka nada masalah pidana yang mana akan menghanguskan hutang.
- Perhutangan tidak berhenti sendiri melainkan bersama sama dengan berakibat hukum dengan perutangan lainnya.
Jenis-Jenis Hutang Piutang
Dalam kasus
hukum,piutang diartikan sebagai uang
yang dipinjamkan atau utang yang dapat ditagih dari orang atau lainnya atau tagihan
perusahaan yang berupa uang kepada para pelanggan yang diharapkan dalam waktu
paling lama satu tahun sudah dapat dilunasi.
Piutang timbul
karena adanya perjanjian utang piutang atau dapat timbul sebagai akibat dari
adanya suatu tuntutan perbuatan melawan hukum. Pihak yang mempunyai piutang ini
dapat saja orang pribadi atau badan (swata atau Negara) yang bergerak dalam suatu
bidang usaha tertentu.
- Jenis Hutang
Hutang adalah
kewajiban perusahaan yang timbul karena transaksi waktu yang lalu dan harus
dibayar dengan uanng, barang, atau jasa pada waktu yang akan datang. Utang di
kelompokkan menjadi dua yaitu :
- Hutang jangka pendek atau kewajiban lancar
Adalah Hutang yang diharapkan harus
dibayar dalam jangka waktu satu tahun atau satu siklus operasi perusahaan.
Hutang jangka pendek terdiri dari:
ü Utang dagang
ü Utang wesel
ü Pendapatan
diterima dimuka
ü Utang gaji
ü Utang pajak
ü Utang bunga
Perusahaan harus memberikan perhatian
khusus pada utang jangka pendek ini. Jika hutang jangka pendek/ kewajiban
lancar lebih besar dari pada aktiva lancar maka perusahaan berada dalam keadaan
yang mengkhawatirkan. Ini berarti perusahaan tidak bisa membayar seluruh utang
jangka pendeknya.
2. Hutang
Jangka Panjang
Adalah hutang yang pembayarannnya lebih
dari satu tahun.
Yang termasuk hutang jangka panjang
yaitu :
ü Hutang obligasi
ü Hutang wesel
jangka panjang
ü Hutang hipotik
ü Hutang muka dari
perusahaan afiliasi
ü Hutang kredit
bank jangka panjang
Hutang jangka panjang biasanya timbul
karena kebutuhan untuk membeli aktiva, menambah modal perusahaan, investasi
atau mungkin juga untuk melunasi hutang.
Jenis-jenis
Piutang
- Piutang dagang
- Wesel tagih
- Piutang Non Dagang
Jenis Piutang
Negara
Khusus piutang
yang berasal dari badan Negara di atur secara khusus dalam UU No. 49 Prp. 1960
tentang PUPN. Didalam pasal 8 Undang-undang Nomor 49 Prp tahun 1960 tanggal 14
Desember 1960 tentang Panitia Urusan Piutang Negara disebutkan bahwa :
“ yang dimaksud piutang Negara atau hutang kepada
negara ini ialah, uang yang wajib dibayar kepada atau Badan-Badan yang baik
secara langsung atau tidak langsung dikuasai oleh Negara berdasarkan suatu
peaturan, perjanjian atau sebab apapun”
Dari pengertian
tersebut diatas maka piutang Negara dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu :
a.
Piutang
Negara Perbankan
Piutang negara
perbankan adalah piutang yang timbul dari pelaksanaan kegiatan perbankan yang
dilakukan oleh bank-bank pemerintah maupun oleh bank-bank swasta yang
mendapatkan dana tertentu dari pemerintah (bank sentral). Piutang jenis ini
biasanya berupa kredit macet bank-bank pemerintah dan penunggakan pengembalian
bantuan dana (kredit) likuiditas kepada bank sentral.
b Piutang
Negara Non Perbankan
Piutang negara
nonperbankan adalah piutang yang menjadi beban negara untuk menagihnya yang
berasal dari transaksitransaksi yang dilakukan institusi pemerintah selain
perbankan. Piutang jenis ini berasal dari operasionalisasi perusahaan negara (BUMN
dan BUMD), kewajiban perpajakan, tuntutan ganti rugi pegawai negeri/pejabat
negara, dan pelaksanaan kegiatan pemerintahan lainnya, seperti pelaksanaan
kegiatan di bidang kesehatan, pertanian, kehutanan, pertambangan, proyek-proyek
pembangunan, dan sebagainya.
Beberapa Hal
Yang Berhubungan Dengan Masalah Hutang Piutang
- Pasal 1313 KUHPerdata
Pengertian
perjanjian atau kontrak diatur Pasal 1313 KUHPerdata. Pasal 1313 KUHPerdata
berbunyi: "Perjanjian adalah suatu
perbuatan dengan mana satu pihak atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu
orang atau lebih."
Suatu hal itu
adalah prestasi (saling menguntungkan dan tidak saling dirugikan)
Prestasi dapat
berupa:
1. Sepakat
bagaimana menyerahkan/berbagi sesuat
2.
Melakukan
sesuatu
3.
Tidak
melakukan sesuatu
Hapusnya penanggungan hutang diatur dalam pasal 1845-1850 KUHPerdata. Di dalam pasal 1845 KUHPerdata disebutkan bahwa perikatan yang timbul karena penanggungan, hapus karena sebab-sebab yang sama dengan yang menyebabkan berakhirnya perikatan lainnya, pasal ini menunjuk kepada pasal 1381,1408, 1424, 1420, 1437, 1442, 1574, 1846, 1938, dan 1984 KUHPerdata.
Persoalan terkait
dengan hukum perjanjian adalah jika salah satu tidak melaksanakan perjanjian
tersebut maka timbul apa yang disebut sebagai Wan-Prestasi.
- Pasal 1320 KUHPerdata
Suatu perjanjian dinyatakan sah, apabila memenuhi 4
(empat) syarat sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata, yaitu sebagai
berikut :
1.
Kesepakatan mereka yang mengikatkan diri.
Kesepakatan mereka yang mengikatkan diri terjadi secara
bebas atau dengan kebebasan. Kebebasan bersepakat tersebut dapat terjadi secara
tegas (mengucapkan kata/tertulis) atau secara diam (dengan suatu
sikap/isyarat). Suatu perjanjian dikatakan tidak memenuhi unsur kebebasan
apabila mengandung salah satu dari 3 (tiga) unsur di bawah ini, yaitu :
a. Unsur paksaan (dwang)
Paksaan ialah paksaan terhadap badan, paksaan terhadap
jiwa, serta paksaan lain yang dilarang oleh undang-undang.
b. Unsur kekeliruan (dwaling)
Kekeliruan terjadi dalam 2 (dua) kemungkinan yaitu
kekeliruan terhadap orang (subjek hukum) dan kekeliruan terhadap barang (objek
hukum).
c. Unsur penipuan (bedrog)
Apabila suatu pihak dengan sengaja memberikan
keterangan yang tidak benar.
Suatu perjanjian yang tidak mengandung kebebasan
bersepakat sebab terdapat unsur paksaan dan/atau unsur kekeliruan, dan/atau
unsur penipuan dapat dituntut pembatalannya sampai batas waktu 5 tahun
sebagaimana dimaksud Pasal 1454 KUHPerdata.
2. Kecakapan
untuk membuat suatu perikatan.
Seseorang dikatakan cakap hukum apabila telah berumur
minimal 21 tahun, atau apabila belum berumur 21 tahun namun telah
melangsungkan perkawinan. Selain itu seseorang itu tidaklah boleh sedang
ditaruh dalam pengampuan (curatele), yaitu orang yang telah dewasa
tetapi dianggap tidak mampu sebab pemabuk, gila, atau boros. Untuk lebh
jelasnya dapat dilihat ketentuan Pasal 1330 KUHPerdata yang perlu pula
dihubungkan dengan Pasal 330 KUHPerdata.
3.
Suatu hal tertentu.
Ketentuan mengenai hal tertentu menyangkut objek hukum
atau mengenai bendanya. Dalam membuat perjanjian antara para subjek hukum itu
menyangkut mengenai objeknya, apakah menyangkut benda berwujud, tidak berwujud,
benda bergerak, atau benda tidak bergerak. Hal tertentu mengenai objek benda
oleh para pihak biasanya ditegaskan dalam perjanjian mengenai jenis barang,
kualitas dan mutu barang, buatan pabrik dan dari negara mana, jumlah barang,
warna barang, dan lain sebagainya.
4.
Suatu sebab yang halal (causa yang halal).
Sebab yang halal/causa yang halal mengandung pengertian
bahwa pada benda (objek hukum) yang menjadi pokok perjanjian itu harus melekat
hak yang pasti dan diperbolehkan menurut hukum sehingga perjanjian itu kuat.
Syarat kesepakatan mereka yang mengikatkan diri dan
syarat kecakapan untuk membuat suatu perikatan disebut sebagai syarat
subjektif, yaitu syarat untuk subjek hukum atau orangnya. Syarat suatu hal
tertentu dan syarat suatu sebab yang halal merupakan syarat objektif, yaitu
syarat untuk objek hukum atau bendanya.
- Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998
Penggunaan
istilah kredit juga diatur dalam UU No. 10 Tahun 1998 tentang perubahan UU No.
7 Tahun 1992 tentang perbankan, yang dalam pasal 1 angka 11 disebutkan bahwa:
“Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang
dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan
pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam
untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga”
- Pasal 224 Hezien Inlandsch Reglement
Akta pengakuan
Hutang adalah akta yang berisi pengakuan hutang sepihak, dimana debitur
mengakui bahwa dirinya mempunyai kewajiban membayar kepada kreditur sejumlah
uang dengan jumlah yang pasti (tetap).
Sedangkan yang
dimaksud grosse Akta Pengakuan Hutang adalah salinan dari suatu akta pengakuan
hutang Notariil yang diberikan kepada yang berkepentingan. Ia merupaka salinan
dari suatu minuta, yang tetap ada pada pejabat yang bersangkutan.
Suatu Grosse
akta yang pada bagian aktanya dicantumkan irah-irah:
“ Demi keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”
mempunnyai
kekuatan yang mengikat dan mempunyai eksteritorial, dimana apabila pihak
debitur wanprestasi, pihak debitur dapat langsung memohon eksekusi kepada Ketua
Pengadilan Negeri tanpa melalui proses gugatan perdata.
Mengenai Grosse
akta ini diatur dalam Pasal 224 Hezien
Inlandsch Reglement (HIR). Berdasarkan pasal 224 HIR diatas, suatu grosse
akta harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
- Syarat Formil: berbentuk notariil dan memuat title eksekutorial
- Syarat Materil: membuat rummusan pernyataan sepihak dari debitur, pengakuan berhutang pada kreditur dan pengakuan kewajiban membayar pada waktu yang ditentukan, tidak memuat ketantuan perjanjian jaminan jumlah hutang sudah pasti, meliputi hutang pokok plus bunga (ganti rugi)
Apabila grosse
akta memenuhiketantuan/syarat-syarat sebagaimana diatur dalam pasal 224 HIR maka grosse akta tersebut mempunyai
kekuatan eksteritorial seperti halnya keputusan hakim yang telah mempunyai
kekuatan hokum yang tetap. Pihak kreditur dapat langsung memohon eksekusi
kepada Ketua Pengadilan Negeri, tanpa melalui proses gugatan perdata terhadap
harta kekayaan debitur.
Namun apabila
Grosse akta tidak memnuhi ketentuan atau syarat-syarat sebagaimana diatur
dalam pasal 224 HIR maka Grosse akta tersebut cacat, Yuridis akta tersebut
tidak mempunyai kekuatan eksekutorial sehingga apabila debitur wanprestasi atau
lalai atas kewajibannya, maka bank harus mengajukan gugatan perdata bisa
melalui pengadilan.
- Pasal 1820 KUHPerdata
Perjanjian penanggungan utang diatur
di dalam Pasal 1820-1850 KUHPerdata. Yang diartikan dengan penanggungan adalah:
“Suatu perjanjian di mana pihak
ketiga, demi kepentingan kreditur, mengikatkan dirinya untuk memenuhi perikatan
debitur, bila debitur itu tidak memenuhi perikatannya” (Pasal 1820 KUHPerdata)
Alasan adanya perjanjian
penanggungan utang ini antara lain karena si penanggung mempunyai
persamaankepentingan ekonomi dalam usaha dari peminjam (ada hubungan
kepentingan antara penjamin dan peminjam), misalnya sipenjamin sebagai direktur
perusahaan selaku pemegang saham terbanyak secara pribadi ikut menjamin
hutang-hutang perusahaan tersebut secara pribadi ikut menjamin hutang-hutang
perusahaan itu dan kedua perusahaan induk ikut menjamin hutang perusahaan
cabang.
Akibat-Akibat
Penanggungan Antara Kreditur Dan Penanggungnya
Pada prinsipnya, penganggung utang
tidak wajib membayar utang debitur pada kreditur, kecualidebitur lalaimembayar
utangnya.
Untuk membayar utang debitur
tersebut, maka barang kepunyaan debitur harus disita dan dijual terlebih dahulu
untuk melunasi hutangnya (pasal 1831 KUHPerdata)
Penanggungan tidak dapat menuntut supaya barang milik debitur lebih dahulu
disita dan dijual untuk melunasi hutangnya, jika:
a. Dia (penanggung
utang) telah melepaskan hak istimewanya untuk menuntut barang-barang debitur
lebihdahulu disita dan dijual;
b. Ia telah
mengikatkan dirinya bersama-sama dengan debitur utama secara tanggung
menanggung, dalam hal itu akibat-akibat perikatannya diatur menurut asas asas
utang-utang tanggung-menanggung;
c. Debitur dapat
mengajukan suatu eksepsi yang hanya mengenai dirinya sendiri secara pribadi;
d. Debitur dalam
keadaan pailit; dan
e. Dalam hal
penanggungan yang diperintahkan hakim (pasal 1832KUHPerdata)
Akibat-akibat
penanggungan antara debtur dan penanggung dan antara para penanggung
Hubungan hukum antara penanggung
dengan debitur utama adalah erat kaitannya dengan telah dilakukannya pembayaran
debitur kepada kreditur. Untuk itu, pihakpenanggung menuntut kepada debitur
supaya membayar apayang telah dilakukan oleh penanggung kepada kreditur.
Disamping penanggung utang juga berhak menuntut:
a. Pokok dan bunga
b. Penggantian biaya,kerugian,dan bunga.
Disamping itu, penanggung juga dapat
menuntut debitur untuk diberikan ganti rugi atau untuk dibebaskan dari suatu
perikatannya bahkan sebelum ia membayar utangnya:
a.Bila ia digugat dimuka hakim untuk
membayar
b.Bila debitur berjanjiuntuk
membebaskannya dari penanggungannya pada suatu waktu tertentu
c.Bila utangnya sudah dapat ditagih
karena lewatnya jangka waktu yang telah ditetapkan untukpembayarannnya
d.Setelah lewat waktu 10 tahun, jika
perikatan pokoktidak mengandung suatu jangka waktutertentu untuk
pengakhirannya, kecuali bila perikatan pokok sedemikian sifatnya, sehingga
tidak dapat diakhiri sebelumlewat waktu tertentu.
Hubungan antara penanggung dengan
debitur disajikan berikut ini.jika berbagai orang telah mengikatkan dirinya
sebagai penanggung untuk seorang debitur dan untuk utang yang sama, maka
penanggung yang melunasi hutangnya berhak untuk menuntut kepada penanggung yang
lainnya, masing-masing untuk bagiannya.
Hapusnya
penanggungan utang
Hapusnya penanggungan hutang diatur dalam pasal 1845-1850 KUHPerdata. Di dalam pasal 1845 KUHPerdata disebutkan bahwa perikatan yang timbul karena penanggungan, hapus karena sebab-sebab yang sama dengan yang menyebabkan berakhirnya perikatan lainnya, pasal ini menunjuk kepada pasal 1381,1408, 1424, 1420, 1437, 1442, 1574, 1846, 1938, dan 1984 KUHPerdata.
Didalam pasal 1381,ditentukan 10
cara berakhirnya perjanjian penanggungan utang yaitu pembayaran; penawaran
pembayaran tunai, diikuti dengan penyimpangan atau penitipan; pembaruan hutang;
kompensasi hutang; pencampuran hutang; pembebasan utang; musnahnya barang
terutang; kebatalan atau pembatalan; dan berlakunya syarat pembatalan.
- Pasal 1381 KUHPerdata
Dalam pasal tersebut
menyebutkan bahwa adadelapan cara hapusnya perikatan yaitu :
- Pembayaran
- Penawaran pembayaran diikuti dengan penitipan.
- Pembaharuan utang (inovatie)
- Perjumpaan utang (kompensasi)
- Percampuran utang.
- Pembebasan utang.
- Musnahnya barang yang terutang
- Kebatalan dan pembatalan perikatan-perikatan
- Syarat yang membatalkan.
- Kedaluwarsa
- Pasal 1316 KUHPerdata
Istilah jaminan perorangan berasal dari kata borgtocht, dan ada juga yang
menyebutkan dengan istilah jaminan imateriil.
Pengertian jaminan perorangan menurut Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, mengartikan
jaminan imateriil (perorangan) adalah:
“Jaminan yang menimbulkan hubungan langsung pada perorangan tertentu,
hanya dapat dipertahankan terhadap debitur tertentu, terhadap harta kekayaan
debitur umumnya”.
Unsur jaminan perorangan, yaitu:
1. mempunyai hubungan langsung pada orang tertentu;
2. hanya dapat dipertahankan terhadap debitur tertentu; dan
3. terhadap harta kekayaan deitur umumnya.
Soebekti mengartikan jaminan perorangan adalah:
“Suatu perjanjian antara seorang berpiutang (kreditur) dengan seorang
ketiga, yang menjamin dipenuhinya kewajiban si berhutang (debitur). Ia bahkan
dapat diadakan di luar (tanpa) si berhutang tersebut”
Menurut Soebekti juga, bahwa maksud adanya jaminan ini adalah untuk
pemenuhan kewajiban si berhutang, yang dijamin pemenuhannya seluruhnya atau
sampai suatu bagian tertentu, harta benda si penanggung (penjamin) dapat disita
dan dilelang menurut ketentuan perihal pelaksanaan eksekusi putusan pengadilan.
Jenis-Jenis Jaminan Perorangan
1. jaminan penanggungan (borgtocht) adalah kesanggupan pihak ketiga untuk
menjamin debitur
2. jaminan garansi (garansi bank) (Pasal 1316 KUH Perdata), yaitu bertanggung
jawab guna kepentingan pihak ketiga.
3. Jaminan Perusahaan
Dari jenis jaminan perorangan tersebut, maka dalam sub-sub bab berikut ini
hanya disajikan yang berkaitan dengan penanggungan utang dan garansi bank.
Fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar
kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan
tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda.
Jaminan Fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud
maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang
tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang
Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan
Pemberi Fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan utang tertentu, yang memberikan
kedudukan yang diutamakan kepada Penerima Fidusia terhadap kreditor lainnya.
Hak Kebendaan yang Bersifat Sebagai Pelunasan Hutang (Hak Jaminan)
Pengertian hak kebendaan yang
bersifat sebagai pelunasan hutang (Hak Jaminan) adalah hak jaminan yang melekat
pada kerditur yang memberikan kewenangan untuk melakukan eksekusi pada benda
yang dijadikan jaminan jika debitur melakukan wanprestasi terhadap suatu
prestasi (perjanjian).
Dengan demikian hak jaminan
tidak dapat berdiri karena hak jaminan merupakan perjanjian yang bersifat
tambahan (accessoir) dariperjanjian pokonya, yakni perjanjian hutang piutang
(perjanjian Kredit).
Perjanjian pinjaman bersirat
dalam pasal 1754 KUHPerdata tentang perjanjian pinjaman pengganti yakni
dikatakan bahwa bagi mereka yang meminjam harus mengembalikan degan bentuk dan
kualitas yang sama.
Macam-macam Pelunasan Hutang
Dalam pelunasan hutang terdiri
dari pelunasan bagi jaminan yang bersifat umum dan jaminan yang bersifat
khusus.
a. Jaminan Umum
Pelunasan hutang dengan jaminan umum didasarkan pada pasal 1131 KUHPerdata
dan Pasal 1132 KUHPerdata.
Dalam pasal 1131 KUHPerdata dinyatakan bahwa segala kebendaan debitur baik
yang ada maupun yang akan ada, baik bergerakmauun yang tidak bergerak,
merupakan jaminan pelunasan hutang yang dibuatnya. Sedangkan pasal 1132
KUHPerdata menyebutkan, harta kekayaan debitur menjadi jaminan secara
bersama-sama bagi semua kreditur yang memberikan hutang kepadanya.
Pendapatan penjualan berbeda-beda itu dibagi-bagi menurut keseimbangan
yakni besar kecilnya piutang masing-masing kecuali diantara para piutang itu
ada alasan-alasan sah untuk didahulukan. Dalam hal ini benda yang dapat
dijadikan jaminan umum apabila telah memenuhi persyaratan antara lain:
1. Benda tersebut bersifat ekonomis (dapat dinilai dengan uang).
2. Benda tersebut dapat dipindah tangankan haknya kepada pihak lain
b. Jaminan Khusus
Pelunasan hutang dengan jaminan khusus merupakan hak khusus pada jaminan
tertentu bagi pemegang gadai, hipotik, hak tanggungan.
c. Gadai
Dalam pasal 1150 KUHPerdata disebutkan bahwa gadai adalah hak yang
diperoleh kreditur atas suatu barang bergerak yang diberikan kepadanya oleh
debitur atau orang lain atas namanya untuk menjamin suatu hutang. Selain itu
memberikan kewenangan kepada kreditur untuk mendapatkan pelunasan dari barang
tersebut lebih dahulu dar kreditur-kreditur lainnya kecuali biaya-biaya untuk
melelang barang dan biaya yang telah dikeluarkan untuk memelihara benda itu dan
biaya-biaya itu didahulukan.
Sifat-sifat gadai yakni:
1. gadai adalah suatu benda bergerak baik yang bewujud maupun yang tidak
berwujud.
2. gadai bersifat accessoir artinya merupakan tambahan dari perjanjian
pokok yang dimaksudkan untuk menjaga jangan sampai debitur itu lalai membayar
hutangnya kembali.
3. Adanya sifat kebendaan.
4. syarat inbezitz telling, artinya
benda gadai harus keluar dari kekusaan pemberi gadai atau benda gadai
diserahkan dari pemberi gadai kepada pemegang gadai.
4. Hak untuk menjual atas kekuasaan sendiri.
5. Hak Preferensi (hak unutk didahuukan).
6. Hak gadai tidak dapat dibagi-bagi artinya sebagian hak gadai tidak akan
menjadi hapus dengan dibayarnya sebagian dari hutang,oleh karena itu gadai
tetap melekat atas selruh bendanya.
Objek gadai adalah semua benda bergerak danpada dasarnya bisa digadaikan
baik benda bergerak berwujud maupun benda bergerak tidak berwujud yang berupa
berbagai hak untuk mendapatkan berbagai hutang yakni berwujud surat-surat
piutang kepada pembawa (aan tooonder) atas tujuan (aan order) atas nama (op
naam) serta hak paten.
Hal pemegang gadai yakni si pemegang gadai mempunyai hak selama gadai
berlangsung. Pemegang gadai berhak untuk menjual benda yang digadaikan atas
kekuasaan sendiri.
Hasil penjualan diambil sebagian untuk pelunasan hutang debitur yang
sisanya dikembalikan kepada debitur penjualan barang tersebut harus dilakukan
dimuka umum menurut kebiasaan-kebiasaan setempat berdasarkan syarat-syarat yang
lazim berlaku.
- Pemegang gadai berhak untuk mendapatkan ganti rugi berupa biaya-biaya yang telah dilakukan untuk menyelamatkan benda gadai.
- Pemegang gadai mempunyai hak untuk menahan benda gadai (hak retensi) sampai ada pelunasan hutang dari debitur(jumlah hutang dan bunga).
- Pemegang gadai mempunyai prefensi(hak untuk di dahulukan) dari kreditur-kreditur yang lain.
- Hak unutk menjual benda gadai dengan perantara hakim jika debitur menuntut dimuka hukum supaya barang gadai dijual menurut cara yang ditentukan oleh hakim untuk melunasi hutang dan biaya serta bunga.
- Atas izin hakim tetap menguasai benda gadai.
Masalah Eksekusi
Jaminan Hutang
Beberapa hal yang mesti dicermati dalam masalah eksekusi hutang yaitu:
1.
Kreditur
mengeksekusi dengan cara menghaki barang jaminan nasabah debitur tanpa harus
menjualnya kepada orang lain.
2.
Kreditur menjual
jaminan dibawah tangan langsung kepada pembeli tanpa melalui kantor lelang.
3.
Mengeksekusi dengan
cara menjual di depan umum via kantor lelang tanpa ada campur tangan
pengadilan.
Penyelesaiaan
Hutang Piutang
Hubungan hutang piutang dalam dunia usaha tidak luput pula dari adanya friksi,
namun setiap friksi senantiasa diupayakan untuk diselesaikan melalui musyawarah
dan apabila tidak dapat diselesaikan melalui musyawarah maka penyelesaian
melalui badan peradilan merupakan suatu upaya terakhir yang dapat ditempuh.
Pengadilan niaga merupakan badan peradilan negara yang dipergunakan untuk
mnyelesaikan sengeta atau para pelaku usaha khususnya masalah yang berkaitan
dengan utang piutang yang bukan karena wanprestasi.
Cara penyelesaian atau penagihan hutang piutang yang dibenarkan menurut
hukum :
- Peneguran debitur secara baik,baik dengan lisan, baik secara musyawarah untuk mufakat ataupun mediasi penyelesaian.
- Surat somasi atau surat teguran.
- Pemberitahuan kepada keluarganya akan sanksi hutang secara perdata dan pidana jika debitur sulit ditagih.
- Memperbaharui perjanjian hutang.
- Gugatan ke pengadilan
Penyelesaian Hutang
Piutang Dengan Paksa Badan
Berdasarkan peraturan mahkamah agung no.1 Tahun 2000, paksa badan
(Gijzeling), difungsikan kembali mengingat selama pembekuan lembaga gijzeling
ternyata malah disalahgunakan mereka-mereka para debitur, penanggung atau
penjamin hutang yang tidak memenuhi kewajibannya untuk membayar kembali
hutang-hutangnya, padahal ia mampu melaksanakannya.
Pembekuan paksa badan (Gijzeling) sebagaimana diatur dalam surat edaran
Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 1964 dan nomor 4 tahun 1975 malah dijadikan tameng
bagi mereka untuk tidak menjalankan kewajibannya. Akibatnya, keseimbangan hukum
tidak tercapai. Ini merupakan pelanggaran hak asasi manusia yang nilainya lebih
besar dari pada pelanggaran hak asasi manusia atas pelaksanaan paksa badan
terhadap yang bersangkutan.
Perlu diketahui pula, paksa badan ini sesungguhnya tidak berlaku bagi
perkara yang menyangkut keuangan negara saja tapi juga dapat diperlakukan dalam
rana hukum perdata secara umum, sepanjang terdapat kwajiban dan kewajiban
tersebut bernilai Rp 1000.000.000, dapat mengajukan permohonan penetapan paksa
badan.
Proses pemohonan penetapan paksa badan dapat diajukan bersamaan dengan
pengajuan gugatan, dalam arti, putusan tentang paksa badan ditetapkan
besama-sama dengan putusan pokok perkara atau diajukan dan dilaksakan
berdasarkan Penetapan Ketua Pengadilan Negeri.
DAFTAR PUSTAKA